-->
  • Jelajahi

    Copyright © Lintas-7
    Lintas-7

    Menu Bawah

    Iklan

    Legislator DPR Dengar Kabar Pemerintah akan Pajaki Amplop Kondangan

    lintas-7
    23 July 2025, 21:10 WIB Last Updated 2025-07-23T14:12:33Z

    Ilham Permana. Jurnalis


    Foto. Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam. 


    Lintas-7.com. Jakarta. Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Mufti Anam, mendapat kabar kalau pemberian uang sebagai hadiah di resepsi pernikahan akan terkena pajak. Praktik memberi uang atau amplop kondangan untuk pengantin lazim dilakukan oleh masyarakat Indonesia.


    Anggota Komisi VI dari Fraksi PDI Perjuangan, Mufti Anam, mengaku telah mendengar kabar bahwa pemerintah berencana untuk memberlakukan pajak bagi amplop sumbangan atau amplop  kondangan.


    "Bahkan kami dengar dalam waktu dekat orang yang mendapat amplop di kondangan dan di hajatan akan dimintai pajak oleh pemerintah. Nah ini kan tragis, sehingga ini membuat rakyat kami hari ini cukup menjerit," kata Mufti saat rapat kerja (raker) Komisi VI DPR bersama Menteri BUMN dan Kepala Badan Pelaksana Pengelola Danantara, Rabu (23/7/2025).


    Mufti lantas menyoroti berbagai jenis penghasilan masyarakat yang kini dikenakan pajak, mulai dari pelaku usaha atau pedagang daring hingga influencer. 


    “Bagaimana Pak Rosan lihat bahwa rakyat kita hari ini mereka jualan online di Shopee, di TikTok, di Tokopedia dipajaki, Pak. Bagaimana mereka, para influencer kita, para pekerja digital kita semua sekarang dipajaki,” ucap Mufti.


    Menurut Mufti, ketentuan itu memaksa Kementerian Keuangan memutar otak untuk menambal defisit. Salah satunya melalui wacana pemungutan pajak atas amplop kondangan.


    Mufti menilai ketentuan itu akan memberatkan masyarakat. "Kemudian maka lahirlah kebijakan-kebijakan yang membuat rakyat kita hari ini keringat dingin," ucap politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.


    Kritik Mufti Anam tidak hanya berhenti pada dampak ekonomi terhadap rakyat, tetapi juga menyentuh persoalan konstitusional dan tata kelola negara.


    Ia berpegang teguh pada Pasal 23 UUD 1945, yang mengamanatkan bahwa seluruh pendapatan negara harus dimasukkan dalam APBN dan pembahasannya wajib melibatkan DPR sebagai representasi rakyat.


    Dengan dialihkannya dividen BUMN ke Danantara, mekanisme check and balance yang seharusnya dilakukan oleh parlemen menjadi hilang.


    Ia mempertanyakan siapa yang akan mengawasi pengelolaan dana triliunan rupiah di Danantara jika tidak lagi melalui jalur APBN.


    "Dividen BUMN adalah hak negara, hak rakyat wajib dicatat APBN, sekarang dividen itu tidak masuk lagi kas negara. tidak lagi dikelola kementerian keuangan dan dialihkan ke Danantara. Siapa check and balance Danantara? Dilaporkan ke presiden? jelas mustahil kalau setiap transaksi dilaporkan ke presiden, karena urusan presiden sangat kompleks. jangan sampai niat mulia niat baik dan mulia Danantara menimbulkan persoalan negara dalam negara," terangnya.

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Bisnis

    +